Jangan berjalan di jalanan Jakarta dengan baju yang terlihat lusuh. Salah-salah Anda dikira pengemis, ditangkap dalam razia, lalu dimasukkan ke panti sosial tanpa sepengetahuan keluarga Anda. Padahal, Anda punya pekerjaan baik-baik. Hanya sialnya, penampilan Anda tidak mendukung.
Tidak hanya sekali kasus salah tangkap karena penampilan terjadi di Ibu Kota. Kasus terakhir menimpa Erum (68), warga Kebon Kacang, Tanah Abang, Jakarta Pusat. Erum, yang bekerja sebagai pembantu rumah tangga, pulang dari membeli lauk untuk buka puasa seperti diminta majikannya.
Entah karena terlihat tua, pakaian tidak mentereng, membawa bungkusan yang tidak jelas, atau berjalan sendirian, Erum langsung ditangkap petugas gabungan Satuan Polisi Pamong Praja dan Suku Dinas Sosial Jakarta Pusat yang tengah mengadakan razia pengemis dan gelandangan, Selasa pekan lalu.
Dalam formulir data diri Erum yang ada di panti sosial ditulis bahwa dia seorang pengemis. Karena lugu dan sudah tua, Erum tidak bisa menjelaskan dengan meyakinkan kalau dirinya bukan pengemis.
Alhasil, selama lebih dari sepekan dia terpaksa mendekam di Panti Sosial Bina Insan Mandiri, Kedoya, Jakarta Barat. Majikan dan keluarganya baru tahu empat hari kemudian. Diperlukan lima hari kemudian sampai Erum bisa menghirup udara bebas.
Kasus salah tangkap juga pernah dialami peneliti sejarah JJ Rizal pada Desember 2009. Tanpa salah apa-apa, dia didatangi empat polisi dan dipukuli. Malam itu dia sedang dalam perjalanan pulang dari Jakarta naik kereta rel listrik. Ketika turun di Stasiun Pondok Cina pukul 23.40, dia tiba-tiba disergap dan dipukuli tanpa ditanya apa-apa.
Menurut polisi, gerak-gerik Rizal dianggap mencurigakan. Apalagi, di sekitar tempat itu sedang digelar konser, dan penonton banyak yang melaporkan kecopetan. Barangkali penampilan Rizal yang tidak mirip peneliti kantoran membuat dia lantas dicurigai polisi.
Penilaian berdasarkan penampilan semata-mata tentu tidak bisa dibenarkan. Seperti kata pepatah, jangan menilai buku dari sampulnya. Sayangnya, petugas sering tidak meluangkan waktu untuk sekadar menanyai seseorang lebih jauh sebelum menangkapnya.
Nenek Erum pasti bisa menunjukkan lauk yang dibelinya sebagai bukti. Toh, orang pergi ke warung tidak perlu selalu membawa-bawa kartu identitas diri. Kalau perlu, petugas bisa ikut ke rumah majikan Erum untuk membuktikan.
Melihat kasus-kasus salah tangkap karena sekadar penampilan, karena wajah dan gerak gerik yang mencurigakan, memang perlu diakhiri. Tidak selayaknya aparat negara membuat diskriminasi terhadap warga negaranya. Apalagi, semua warga negara berhak berlalu lalang dengan rasa aman, tanpa takut dicurigai, apalagi ditangkap petugas.
Tidak hanya sekali kasus salah tangkap karena penampilan terjadi di Ibu Kota. Kasus terakhir menimpa Erum (68), warga Kebon Kacang, Tanah Abang, Jakarta Pusat. Erum, yang bekerja sebagai pembantu rumah tangga, pulang dari membeli lauk untuk buka puasa seperti diminta majikannya.
Entah karena terlihat tua, pakaian tidak mentereng, membawa bungkusan yang tidak jelas, atau berjalan sendirian, Erum langsung ditangkap petugas gabungan Satuan Polisi Pamong Praja dan Suku Dinas Sosial Jakarta Pusat yang tengah mengadakan razia pengemis dan gelandangan, Selasa pekan lalu.
Dalam formulir data diri Erum yang ada di panti sosial ditulis bahwa dia seorang pengemis. Karena lugu dan sudah tua, Erum tidak bisa menjelaskan dengan meyakinkan kalau dirinya bukan pengemis.
Alhasil, selama lebih dari sepekan dia terpaksa mendekam di Panti Sosial Bina Insan Mandiri, Kedoya, Jakarta Barat. Majikan dan keluarganya baru tahu empat hari kemudian. Diperlukan lima hari kemudian sampai Erum bisa menghirup udara bebas.
Kasus salah tangkap juga pernah dialami peneliti sejarah JJ Rizal pada Desember 2009. Tanpa salah apa-apa, dia didatangi empat polisi dan dipukuli. Malam itu dia sedang dalam perjalanan pulang dari Jakarta naik kereta rel listrik. Ketika turun di Stasiun Pondok Cina pukul 23.40, dia tiba-tiba disergap dan dipukuli tanpa ditanya apa-apa.
Menurut polisi, gerak-gerik Rizal dianggap mencurigakan. Apalagi, di sekitar tempat itu sedang digelar konser, dan penonton banyak yang melaporkan kecopetan. Barangkali penampilan Rizal yang tidak mirip peneliti kantoran membuat dia lantas dicurigai polisi.
Penilaian berdasarkan penampilan semata-mata tentu tidak bisa dibenarkan. Seperti kata pepatah, jangan menilai buku dari sampulnya. Sayangnya, petugas sering tidak meluangkan waktu untuk sekadar menanyai seseorang lebih jauh sebelum menangkapnya.
Nenek Erum pasti bisa menunjukkan lauk yang dibelinya sebagai bukti. Toh, orang pergi ke warung tidak perlu selalu membawa-bawa kartu identitas diri. Kalau perlu, petugas bisa ikut ke rumah majikan Erum untuk membuktikan.
Melihat kasus-kasus salah tangkap karena sekadar penampilan, karena wajah dan gerak gerik yang mencurigakan, memang perlu diakhiri. Tidak selayaknya aparat negara membuat diskriminasi terhadap warga negaranya. Apalagi, semua warga negara berhak berlalu lalang dengan rasa aman, tanpa takut dicurigai, apalagi ditangkap petugas.
No comments:
Post a Comment